Powered By Blogger

Kamis, 02 Juni 2011

Ha,,,,Wajah Pendidikan Kabupaten Kito

Pejabat Bertengkar, Mahasiswa Pukul Meja

Kemenkuham Akui Satu Akta YPM

BANGKO - Polemik kepemilikan Yayasan Pendidikan Merangin (YPM) sepertinya mulai menemukan titik terang. Kemarin (27/5), salah seorang perwakilan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkunham) Nur Ali, sengaja didatangkan untuk memberikan penilaian terhadap kasus yang menyelimuti YPM ini.
Nur Ali menegaskan, atas nama Yayasan Pendidikan Merangin (YPM) hanya satu akta yang ada di Kemenkumham, yaitu Akta Nomor 44 Tahun 2010. Selain akta tersebut tidak ada lagi akta lainnya.
Dengan demikian, kata dia, akta sebelum terbitnya akta No 44 Tahun 2010 tidak sah atau ilegal. “Akta tahun 1982 awal Yayasan Pendidikan Sarko dibuat tidak didaftarkan ke Kemenkumham. Begitu juga dengan akta setelah tahun tersebut, sampai 2001 dan 2008, semua berani saya katakan ilegal karena tidak ada laporannya di pusat,” sebutnya.
Lebih jauh Nur Ali mengatakan, polemik YPM ini diselesaikan dengan sejumlah opsi terbaik, seperti lewat jalur hukum, peralihan aset, atau di-negeri-kan. “Kasus ini sama dengan kampus Universitas Tri Sakti yang lebih dulu berdiri perguruan tinggi dari pada yayasannya,” kata Nur Ali.
Bagaimana dengan sebagian aset yang hingga saat ini tercatat sebagai aset Pemkab? Bisa saja Pemkab diminta untuk menghibahkan.
Nur Ali menyebutkan, aset bisa saja dipinjampakaikan untuk kepentingan yayasan. “Yang penting surat perjanjiannya ada. Yang namanya yayasan kan tidak mencari keuntungan, makanya bisa saja yayasan mendapat aset dengan perjanjian-perjanjian,” sebutnya.
Bagaimana soal pendapat yang menyatakan pemerintah derah tidak bisa memiliki yayasan? “Bisa saja, yang penting ada syarat yang harus dipenuhinya,” tukasnya
Ditanya soal pendapat Kemenkumham, baik pihak Pemkab maupun kubu Irdham sebagai ketua YPM belum bersedia memberikan tanggapan.
“Kita di sini bukan mencari siapa benar atau salah, namun hanya mendengarkan keterangan dari Kemenkum dan HAM,” kata Hambali, Asisten I Setda Merangin yang kemarin hadir di forum yang digelar di Ruang Pola Kantor Bupati tersebut. Terpisah, juru bicara STKIP Barlef mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan keterangan lewat jumpa pers.
Acara yang digelar sekitar dua jam kemarin sempat memanas. Pahrizal, salah seorang anggota tim bentukan Pemkab untuk penelusuran YPM, menganggap tidak jelas substansi yang bicarakan. Karena itu, dia meninggalkan ruangan. “Maaf, saya tidak bisa hadir jika seperti ini,” ujarnya sembari keluar.
Suasana kembali memanas setelah Tim Pemkab membacakan riwayat berdirinya STKIP dan yayasannya. Yang membacakan adalah Asisten I Hambali. Irdham, Ketua YPM, meminta waktu pula untuk membaca sejarah versinya.
“Ini namanya tidak adil, kami tidak diberi kesempatan membacakan versi kami,” ujar pria yang masih menjabat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Merangin ini.
Aksi saling ngotot pun terjadi. Lalu, salah seorang mahasiswa, Al Upro, langsung memukul dan melompat ke atas meja di depannya. “Bagaimana ini, kan sudah ada moderator, kok seperti anak kecil saja. Kita ini kaum intelektual semua,” teriaknya keras.
Teriakan ini menambah suasana ricuh. Kubu YPM dan mahasiswa mulai tersulut amarah. Beruntung, aksi itu tidak berlangsung lama. Puluhan pol PP langsung mengamankan suasana. Forum kembali bisa ditenangkan. Dan, Irdham dibolehkan naik ke podium membacakan sejarah versinya.(and)

Persoalan yang tak Pernah Tuntas

Mengintip Aktivitas Warung Remang-remang Pasca Razia Aparat

Bila Tertangkap (Lagi), Siapkan Calon Suami

Warung remang-remang (warem) sepertinya sulit diberantas dari bumi Tali Undang Tambang Teliti. Pasca penertiban oleh aparat keamanan pada pekan lalu, mereka kini kembali buka seperti biasa. Cewek-ceweknya pun siap diajak ngamar. Bagaimana mereka berani senekat itu?

ANDI PRIMA PUTRA, Bangko

ACANG (32) tak habis pikir menyaksikan desanya, Mentawak, tak bisa lepas dari hiburan malam dan wanita tuna susila (WTS). Berkali-kali razia aparat gabungan dan polisi pamong praja (PP) tak membuat sejumlah warung remang-remang yang menyediakan cewek siap booking itu tutup selamanya.
Razia itu hanya menghentikan detak nafas bisnis esek-esek berkedok warung minum di pinggiran jalan itu sementara saja. Hanya beberapa hari. Setelah itu, warung dan para wanita itu pun kembali buka seperti biasa.
Begitu aparat tak lagi menunjukkan taring, warung-warung itu pun tetap menjual minuman beralkohol dan makanan ringan plus cewek-cewek seksi yang siap diajak ngamar. “Razia Satpol PP tidak ada pengaruhnya bagi mereka, seperti biasa mereka tetap buka,” ujar Acang, yang sehari-hari menjabat Ketua Karang Taruna Indonesia Kecamatan Nalo Tantan.
Dalam razia pada Jumat (20/5) malam pekan lalu, dari sejumlah warung hiburan, enam wanita diciduk aparat pol PP yang didukung Polri, TNI, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sebagian mereka diyakini petugas sebagai WTS yang sedang bekerja di tempat hiburan itu.
Sekitar 40 orang pol PP menyisir sejumlah tempat hiburan saat razia itu. Mulai dari kawasan Terminal Angdes Pasar Bawah, kawasan Jalan Hasanudin (samping Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil), lalu ke Desa Mentawak, Tabir, sampai ke sejumlah warem di perbatasan Merangin-Bungo.
Sebagian yang diduga WTS tersebut adalah pemain lama yang dikirim aparat ke panti rehabilitasi di Jambi. Sebagian lainnya dilepas dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang sangat populer adalah: mengaku punya suami atau calon suami.
Dengan begitu, mereka lalu memohon ke aparat agar meminta waktu karena sang suami atau calon suami segera datang.
Modus punya suami dan calon suami diduga hanya kedok belaka. Itu karena dengan mengaku punya suami atau calon suami aparat bisa melepaskan mereka setelah menunjukkan surat nikah atau menanda tangani surat pernyataan segera menikah. Padahal, sang suami atau calon suami diduga orang bayaran.
Itu dialami sendiri oleh seorang karyawan perusahaan swasta yang berkantor di kawasan Sungaiulak. Suatu pagi, semalam pasca razia pol PP, dua wanita muda menyetopnya yang sedang mengendarai sepeda motor. Kepadanya, dua wanita itu menanyakan apakah sudah menikah atau belum.
Usut punya usut, ternyata sang cewek manis itu sedang mencari seorang pria yang mau menikahi temannya yang sedang ditahan pol PP.
“Kami hanya minta nikahi teman kami sementara saja, agar lepas dari pol PP,” ujar pemuda ini menirukan permintaan wanita muda itu. Setelah lepas, mereka akan bercerai lagi. Karena sang pemuda ini mengaku sudah beristri, sang wanita pun ngeloyor pergi.
Memang, usai razia pada Jumat pekan lalu terbukti salah satu wanita yang diduga WTS itu dilepas pol PP setelah membuat surat pernyataan akan segera menikah. Satu lagi dilepas karena bisa menunjukkan surat keterangan menikah dari kepala desa.
Tak heran kalau mereka kini berani kembali beraktivitas. Kalau tertangkap (lagi), sudah barang tentu mereka akan menyiapkan pria bayangan untuk mengaku suami atau calon suami.
Acang menyayangkan hal tersebut, apalagi kalau sampai ada aparat pemerintahan yang ikut “bermain” atau mendukung bisnis hiburan dan WTS. Yang ironisnya, ungkap Acang, ada warung remang-remang yang berada di samping rumah ketua RT.
Dia khawatir, bila dibiarkan berkembang dan tidak ada solusi dari pemerintah, kehadiran para wanita penghibur akan merusak generasi penerus bangsa. “Mau dijadikan apa anak-anak di sini, kecil kecil sudah diperlihatkan moral yang rusak. Kan kasihan,” imbuhnya. (*)